Ketua Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis mengatakan, kemenangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tidak absolut.
Hal ini merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pihaknya dalam sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024.
Menurut Todung, kemenangan Prabowo-Gibran tidak absolut karena ada 3 hakim konstitusi yang menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda.
“Jadi kemenangan ini tidak absolut,” kata Todung dalam jumpa pers di kawasan Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Dia menjelaskan, Prabowo-Gibran tidak mendapatkan penuh dari putusan itu.
Sebab, hanya 5 hakim menyatakan setuju dan 3 hakim lainnya dissenting opinion.
“Memang Prabowo dan Gibran memperoleh kemenangan dari putusan Mahkamah Konstitusi, tapi itu bukan putusan yang memberikan mandat yang penuh,” ujar Todung.
Todung menuturkan, dari alasan 3 hakim tersebut menunjukkan gugatan yang diajukan Ganjar-Mahfud tak salah kamar.
Kemudian, kata dia, 3 hakim menyatakan bahwa persoalan bantuan sosial (bansos) perlu pengaturan yang lebih jelas.
Sebab, pendistribusian bansos dilakukan berhimpitan dengan pelaksanaan Pilpres dan pelaksanaan Pemilu.
Selain itu, Todung menyinggung terkait intervensi kekuasaan yang diungkapkan hakim MK Arief Hidayat.
Menurutnya, Arief meminta agar terkait intervensi kekuasaan bisa diatur sedemikian rupa supaya tidak menimbulkan kesan menguntungkan paslon tertentu.
Todung juga mengutip pernyataan Arief soal tidak mungkin penyelesaian pelanggaran Pemilu yang sifatnya terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) hanya dalam waktu 14 hari.
“Jadi ke depan sebetulnya kalau kita ingin menyelesaikan secara tuntas persoalan sengketa Pilpres tidak boleh dibatasi waktunya hanya 14 hari,” ungkapnya.
Adapun, MK menolak seluruh gugatan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar dan Ganjar-Mahfud dalam sengketa PHPU Pilpres 2024.
Dari dua gugatan ini, terdapat tiga hakim MK yang menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda.
Ketiga hakim MK itu adalah Saldi Isra, Enny Nurbainingsih, dan Arief Hidayat.