Mengenal Kebaya dari 5 Negara Asia Tenggara Pengusul Kebaya Sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO

Mengenal Kebaya dari 5 Negara Asia Tenggara Pengusul Kebaya Sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO

Jakarta – Lima negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand, mengusulkan kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO. Setiap negara memiliki jenis kebaya khas yang mencerminkan keunikan budaya masing-masing.

Di momen penetapan, para perwakilan negara terlihat mengenakan kebaya dari masing-masing wilayah, menurut unggahan Instagram Menteri Kebudayaan, Komunitas, dan Pemuda Singapura, Edwin Tong, Jumat, 6 Desember 2024. Tong, yang merupakan Ketua Komisi Nasional Singapura untuk UNESCO, pun menampilkan video negara-negara yang kebayanya telah diakui UNESCO.

Dari Indonesia, wakilnya adalah kebaya kerancang asal Jakarta. Melansir laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jumat, jenis kebaya ini biasanya dikenakan dalam pesta perkawinan oleh ibu kedua calon pengantin.

Gayanya serupa model Kartini dengan ujung sondai, yakni meruncing di bagian depan sekitar 20– 30 cm dari bagian datar di pinggul. Selain itu, siluetnya juga bisa menyerupai kebaya panjang nyak Betawi yang bawahnya datar, sebatas tiga sampai lima sentimeter di atas lutut, yang disebut kebaya panjang.

Secara historis, segala bentuk kerajinan tangan yang unik nan indah diwariskan dari suku dan bangsa yang datang ke tanah Betawi. Hal ini karena Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan kawasan hunian pesisir yang mencerminkan beragam aspek kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Dengan demikian, bordir kerancang pada kebaya tersebut merupakan hasil kreasi seni Betawi yang diadaptasi dan kristalisasi dari budaya yang datang, mulai dari Cina, Arab, Belanda, hingga Portugis. Bordir kerancang dengan motif kembang biasanya disulam di bagian sondai dan pergelangan tangan.

Kebaya Malaysia yang Terpengaruh Budaya Indonesia

Melansir Seasia, kebaya turut dipengaruhi kekuatan kolonial Eropa, khususnya Belanda di Indonesia dan Inggris di Malaysia. Penguasa kolonial Belanda di Indonesia mendorong pemakaian kebaya karena dianggap sebagai simbol keunggulan budaya.

Kebaya kemudian dikaitkan dengan kelas atas dan dikenakan selama acara formal dan acara-acara khusus. Di Malaysia, kebaya dipopulerkan semasa kolonial Inggris.

Penguasa kolonial Inggris mendorong pemakaian kebaya sebagai simbol kehormatan dan status tinggi. Kebaya kemudian dikaitkan dengan komunitas Nyonya, sekelompok imigran Tionghoa yang menetap di Malaysia selama abad ke-15.

Seiring menyebarnya kebaya di seluruh Asia Tenggara, muncul berbagai variasi tergantung pada tradisi budaya daerah tersebut. Di Indonesia, kebaya jadi pakaian nasional dan ditandai desain lengan panjang dan renda yang halus. Sementara di Malaysia, kebaya yang dikenakan masyarakat Nyonya lebih pas di badan dan memiliki motif bunga.

Jenis kebaya Nyonya Malaysia sering dipadukan dengan kain sarung batik dan dikenakan pada acara pernikahan, serta perayaan lain. Sedangkan, kebaya yang dikenakan masyarakat Melayu di Malaysia lebih dikenal sebagai baju kurung, yaitu rok panjang yang dikenakan dengan blus longgar.

Kebaya Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand

Kebaya juga disesuaikan dengan berbagai tradisi budaya di Singapura dan Brunei. Di Negeri Singa, kebayanya hampir sama dengan kebaya Malaysia, yaitu kebaya Nyonya.

Perbedaannya, kebaya yang dikenakan masyarakat Peranakan menonjolkan sulaman dan manik-manik yang rumit. Sementara itu, kebaya yang dikenakan masyarakat Melayu lebih sederhana dan elegan.

Di Brunei, kebaya sering kali dipadukan dengan sarung. Kebaya di negara ini menampilkan sentuhan modern dengan desain dan kain kontemporer.

Sementara di Thailand, kebaya dikenal secara lokal sebagai “suea phraratchathan,” blus tradisional yang telah jadi bagian penting dari pakaian perempuan Thailand selama berabad-abad. Kebaya Thailand berakar di Kepulauan Melayu, tempat pertama kali diperkenalkan ke wilayah tersebut oleh Portugis dan Belanda pada abad ke-16.

Seiring waktu, kebaya disesuaikan dengan budaya lokal dan jadi bagian penting pakaian tradisional Thailand. Jenis kebaya Thailand terbuat dari kain ringan dan mudah menyerap keringat.

Kain kebaya itu serupa katun atau sutra, dengan sulaman dan manik-manik yang rumit. Kebaya ini sering dipadukan dengan rok panjang atau celana tradisional Thailand yang disebut “chong kraben.”

Meski desain dasar kebaya Thailand tetap sama, busana tersebut dikembangkan ke banyak variasi dari waktu ke waktu. Di wilayah utara Thailand, kebaya sering dibuat dengan warna lebih cerah dan kain lebih tebal. Sedangkan di wilayah selatan, kebaya dibuat dengan kain lebih ringan dan halus.

Desain dan pola kebaya Thailand juga bervariasi, tergantung pada wilayahnya. Visualnya beragam dengan motif bunga dan bentuk geometris.

Kebaya Jadi Warisan Takbenda UNESCO

UNESCO secara resmi menetapkan kebaya sebagai warisan budaya dunia berdasarkan pengajuan bersama Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura dan Thailand pada Rabu, 4 Desember 2024. Itu ditetapkan sidang ke-19 Session of the Intergovernmental Committee on Intangible Cultural Heritage (ICH) di Asuncion, Paraguay.

“Kami bersyukur yang teramat sangat karena perjuangan panjang untuk pendaftaran ke UNESCO akhirnya membuahkan hasil yang sesuai harapan. Bagaimana pun sejarah keberadaan kebaya adalah perjalanan budaya Nusantara yang diwariskan para leluhur kita,” ujar Rahmi Hidayati, Ketua Umum Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), organisasi yang pertama bergerak soal pelestarian kebaya dalam keterangan tertulis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, Kamis, 5 Desember 2024.

Menurut Rahmi, selama ini para pecinta kebaya telah berupaya melestarikan busana warisan leluhur Nusantara ini melalui berbagai kegiatan yang melibatkan semua generasi. Ke depan, dia berharap bisa semakin fokus bergerak bersama generasi muda karena mereka lah yang akan berjuang menjaga kelestarian kebaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *