Melihat Lebih Jauh Aktivitas Ekonomi ‘Bawah Tanah’ yang Gelontorkan Angka Fantastis

Melihat Lebih Jauh Aktivitas Ekonomi ‘Bawah Tanah’ yang Gelontorkan Angka Fantastis

Jakarta Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) III, Anggito Abimanyu, merasakan sensasi merinding luar biasa ketika sepekan mengemban jabatan barunya. Bukan karena sakit atau beratnya amanah yang ada di pundaknya. Namun, orang nomor dua di jajaran Kementerian Keuangan ini merinding dengan laporan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Laporan yang masuk padanya menguak lebih banyak tentang aksi perjudian online yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Kementerian Komdigi membeberkan angka-angka jumlah pelaku judi online baik di dalam maupun luar negeri.

“Saya kemarin juga merinding (melihat,red) angka yang disampaikan oleh Kominfo, waduh jumlahnya sudah banyak sekali onshore dan offshore,” ujar Anggito dalam Orasi  Orasi Ilmiah Dies Natalis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin, 28 Oktober 2024 lalu.

Dengan jas hitam dan kemeja putih bertuliskan Kemenkeu di bagian sakunya, Anggito kaget sekaligus prihatin dengan informasi yang terungkap.

“Dia melakukan online betting itu sudah nggak bayar, sudah nggak kena denda, dianggap tidak haram, nggak bayar pajak lagi. Padahal kan dia menang itu. Kalau dia dapat winning itu kan nambah PPh (pajak penghasilan), mestinya,” ujarnya geram.

Bukannya bermaksud melegalkan perjudian di Indonesia. Praktik ini sendiri sudah dilarang sejak zaman kerajaan. Namun, Anggito mengingatkan bahwa fenomena tersebut menjadi alarm untuk para petugas pajak tentang adanya aktivitas ekonomi yang bisa mendapatkan penghasilan tambahan tapi tidak tercatat atau tertagih pajaknya.

Orang pintar di dunia ekonomi menyebutnya dengan banyak istilah. Ada yang menamakannya sebagai underground economy, shadow economy, atau pseudo economy. Nilainya fantastis. Cukup untuk menutup kekurangan pendapatan negara yang sedang butuh banyak biaya untuk program-program ke depan.

Misi Khusus dari Presiden Prabowo

Misi khusus untuk Anggito sudah diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto sebelum ia dilantik menjadi Wamenkeu. Dari adik sang presiden, Hasyim Djojohadikusumo, ia mendapatkan bocoran tugasnya adalah mengumpulkan uang Rp300 triliun-Rp600 triliun per tahun ke kas negara. Nilai sangat besar yang butuh kerja keras untuk mewujudkannya.

“Kita akan ada program-program yang luar biasa,” ujar Hasyim sehari setelah pemerintahan Joko Widodo berakhir.

Melihat 10 tahun ke belakang, tugas Kemenkeu menggali pendapatan negara terus meningkat seiring anggaran belanja yang juga bertambah. Dalam satu dekade terakhir, kinerja pendapatan negara terjaga dengan aman. Beberapa kali bahkan bisa melebihi target. Pencapaian itu terjadi di tengah tantangan Pandemik Covid-19, geopolitik dunia yang memanas, serta perlambatan ekonomi hampir di semua negara.

Pendapatan negara yang dimulai dari angka Rp1.500 triliun pada 2014 sudah menyentuh di atas Rp2.700-an triliun pada akhir tahun lalu. Realisasi tahunannya fluktuatif menyesuaikan dengan kondisi perekonomian nasional dan global.

Di tahun 2014, Indonesia bisa mengantongi pendapatan Rp1.545,45 triliun dan sempat menurun menjadi Rp1.496,04 triliun di tahun berikutnya. Periode empat tahun berikutnya, gerak pendapatan negara moncer dengan realisasi Rp1.546,94 tirliun pada 2016, Rp1.654,75 pada 2017, Rp1.928,11 triliun pada 2018, dan hampir menyentuh Rp2.000 triliun pada 2019 yaitu dengan pencapaian Rp1.955,14 triliun.

Meski sempat turun menjadi Rp1.628,95 triliun pada 2020, Indonesia untuk pertama kalinya mencetak pendapatan negara Rp2.006,33 triliun setahun berikutnya. Penerimaan negara di atas Rp2.000 triliun ini terus bertahan sampai dua tahun berikutnya dengan realiasasi Rp2.630,61 triliun pada 2022 dan Rp2.766,74 triliun di tahun 2023.

Sementara di tahun ini, pencapaian itu masih bisa dipertahankan. Hingga Oktober 2024, realisasi pendapatan negara dan hibah telah berada di angka Rp2.247,47 triliun atau 80,20% dari target APBN 2024.

Ribuan triliun rupiah itu masuk ke kantong negara tak lepas dari berbagai strategi yang dibuat pemerintah. Reformasi perpajakan gencar digaungkan melalui perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan wajib pajak, perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan, serta pemberian insentif perpajakan yang terarah dan terukur.

Tak cuma pajak, pemerintah kala itu juga berupaya meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penggunaan teknologi diterapkan dalam perencanaan dan pelaporan, penguatan tata kelola dan pengawasan, optimalisasi pengelolaan aset negara dan sumber daya alam, serta mendorong inovasi layanan.

Hasil kerja 10 tahun inilah yang akan dilanjutkan dengan berusaha menggali sumber-sumber baru selama Prabowo Subianto. Penggalian itu yang sedang coba dicari lewat underground economy yang ternyata bernilai fantastis.

Fenomena Underground Economy

Topik tentang underground economy masih jadi perbincangan sampai sekarang. Bahkan definisi yang disepakati semua pihak juga terus berkembang. Salah satunya mendefinisikan underground economy sebagai kegiatan-kegiatan ekonomi baik secara legal maupun ilegal yang terlewat dari perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) (Scheineider&Enste, 2000). Ada pula yang memberikan istilah underground economy sebagai unofficially economy atau black economy. Apapun istilah yang dipakai, underground economy telah menjadi sebuah isu global.

Feige (1990) menggolongkan aktivitas underground economy ke dalam empat golongan yaitu The Illegal Economy berupa aktivitas ekonomi yang tidak sah yang terkandung dalam pendapatan yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi yang melanggar undang-undang atau bertentangan dengan peraturan hukum. Kegiatan-kegiatan ini seperti memperjualbelikan barang-barang hasil curian, pembajakan, dan penyelundupan, perjudian, transaksi-transaksi obat bius dan narkotika.

Golongan kedua adalah The Unreported Economy, yaitu pendapatan yang tidak dilaporkan dengan maksud untuk menghindari tanggung jawab untuk membayar pajak. Ketiga adalah The Unrecorded Economy yaitu pendapatan yang seharusnya tercatat dalam statistik pemerintah namun tidak tercatat.

Terakhir adalah golongan The Informal Economy yaitu pendapatan yang diperoleh para pelaku atau agen ekonomi secara informal. Para pelaku ekonomi yang berada dalam sektor ini kemungkinan tidak memiliki izin secara resmi dari pihak yang berwenang, perjanjian kerja, atau kredit keuangan.

Nilai Rp1.968 triliun adalah 11,6% dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) harga berlaku Indonesia pada 2021. Rasio ini tidak jauh berbeda dengan estimasi Badan Pusat Statistik yang menyebut persentase-nya antara 8.3-10% dari PDB.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, juga pernah mencoba menghitung potensi ekonomi underground economy ini. Ia menduga aktivitas ekonomi bawah tanah ini bisa setara 15%-20% dari PDB Indonesia.

Sementara di negara-negara dengan penegakan hukumnya buruk aktivitas underground economy ini proporsinya bisa mencapai hingga 60% dari PDB. Namun di negara-negara berkembang bisa mencapai 10%-120%.

“Tapi saya rasa jauh lebih besar dari itu bisa 15%-20% dari PDB,” tegasnya.

Dengan asumsi nilainya setara 15% saja dari PDB Indonesia, kegiatan ekonomi bawah tanah ini nilainya mencapai sekitar Rp 3.600 triliun.  “Lalu dengan asumsi tax ratio 10,4%, maka potensi penerimaan pajak bisa mencapai Rp 375 triliun,” ujarnya.

Sumber baru pendapatan negara ini yang coba digali Kemenkeu. Sang Bendahara Negara, Sri Mulyani Indrawati mengatakan sedang berkoordinasi melakukan pemetaan terkait underground economy, informal activity hingga illegal activity. Pemetaan dari kegiatan ilegal berbeda dengan underground economy ataupun informal activity.

Sri Mulyani mendefinisikan dengan jelas underground economy sebagai kegiatan yang sifatnya menghindari pajak (avoidant). Untuk kasus tersebut saat ini  sedang dilakukan pendalam oleh Wamenkeu Anggito bersama tim pajak Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dia memberi contoh underground dari CPO kelapa sawit bisa berupa lahannya, luas lahan, reporting, under-reporting atau transfer pricing. Maka menurutnya nantinya juga akan dilakukan tindakan yang berbeda.

“Kalau underground economy sifatnya yang ilegal, ada kriminalnya seperti judi online dan lain-lain, maka kami koordinasi dengan Pak Menko Polkam. Jadi memang nanti aktivitasnya akan bervariasi,” ungkapnya.

Sementara informal activity itu adalah kegiatan dengan skala yang jauh lebih kecil. Karena memang size-nya kecil menjadi tidak formal. Menurut Sri Mulyani karena aktivitas informal memiliki skala aktivitasnya kecil maka yang dibutuhkan adalah pemetaan serta pemberdayaan.

Dengan pemetaan ini nantinya diharapkan muncul sumber-sumber yang akan menjadi amunisi tambahan pendapatan APBN untuk menjalankan program-program besar pemerintahan lima tahun ke depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *