
Cerita Horor: Teror Keranda Belakang Kosan dan Kuntilanak di Atas Lemari
Awalnya tidak ada yang aneh dengan kosan yang saya huni. Sampai kemudian rentetan kejadian aneh bermunculan, sehingga akhirnya saya memutuskan untuk pindah
Kosan khusus mahasiswa yang saya tempati tidak terlalu jauh dari jalan Juanda, Ciputat Timur, sebuah jalan yang macetnya bikin pusing tujuh keliling. Letaknya masuk gang, samping kompleks perumahan.
Kosan tersebut mirip rumah, terdiri dari 3 lantai, lantai 1 dan lantai 2 berisi kamar-kamar ukuran 3×2 meter, lantai 3 merupakan loteng digunakan untuk menjemur pakaian. Kamar mandinya untuk lantai 1 ada 4, tetapi hanya 3 yang berfungsi. Lantai 2 juga ada 4, tetapi berfungsi semua.
Awal Mula Masuk Kosan
Rencananya saya akan tinggal di sekretariat organisasi mahasiswa primordial, itu sebabnya sebagai mahasiswa baru saya tidak terlalu pusing mau tinggal di mana. Selain itu, kosan juga sudah pada penuh semuanya.
Sampai kemudian Sersan, kawan saya semasa Aliyah yang juga melanjutkan di kampus yang sama, mengajak untuk ngekos bareng. Ia mengatakan sudah menemukan kosan yang masih kosong.
Ternyata bukan hanya saya saja yang diajak, tetapi ada 3 orang lagi diajak yaitu Muad, Doel, dan Nam. Mereka bertiga juga kawan saya semasa Aliyah. Ketika dichat oleh Sersan, baik saya Muad, Doel, dan Nam itu mengira sebuah kontrakan, tetapi ketika sampai di lokasi ternyata kosan. Setelah berdiskusi, akhirnya diputuskan kami sepakat untuk tinggal di kosan tersebut.
Saat itu hanya tersisa dua kamar kosong terletak di ujung, saling berhadapan, satu samping gudang, satu samping kamar mandi. Untuk harga sewanya sendiri itu satu kamar 500 ribu per bulannya. Untuk memudahkan, kami sepakat kamar samping gudang digunakan untuk menyimpan lemari, sementara kamar samping kamar mandi digunakan untuk tidur. Kamar samping gudang belakangnya adalah gang buntu, lalu kamar samping kamar mandi belakangnya adalah rumah-rumah.
Masing-masing kamar di kosan tersebut hanya terdapat 1 jendela, tetapi menghadap ke dalam. Sehingga tidak ada cahaya masuk, otomatis lampu harus menyala siang dan malam. Hanya kamar yang dekat pintu gerbang saja yang mendapatkan sinar matahari. Pemilik kosnya seorang bapak-bapak, ia tinggal di kecamatan sebelah. Nah, ia jarang sekali datang ke kosan, ia hanya datang ketika menagih uang sewa saja. Alhasil kondisi kosan pun tidak terawat dengan baik.
Hubungan dengan tetangga kamar juga tidak berjalan dengan baik, semua sibuk dengan kegiatannya masing-masing, bahkan untuk sekadar bertegur sapa saja pun tidak. Ketika saya memutuskan untuk pindah pun, tetangga kamar pun tidak ada yang menanyakan, padahal mereka melihat saya memindahkan barang-barang.
Sersan yang awal mula mengajak untuk ngekos di tempat tersebut, hanya bertahan selama 1 bulan, ia memutuskan untuk laju (bolak-balik) Jakarta Pusat-Ciputat. Sementara Doel dan Nam bertahan sampai semester 1 selesai, mereka memutuskan untuk pindah. Sehingga hanya tersisa saya dan Muad, kami menempati kamar samping gudang. Baru beberapa Minggu semester 2 berjalan, datanglah pandemi Covid-19, perkuliahan pun dilakukan secara online, dan kami pun kembali ke daerah asal.
Kembali ke Kosan
Setelah 2 tahun lamanya perkuliahan dilakukan secara online, di semester 6 pertengahan kuliah mulai bertahap normal. Saya pun kembali ke Ciputat, berhubung bingung mau tinggal di mana, saya memutuskan untuk kembali ke kosan lama, di kamar samping gudang, sendirian. Tetapi untungnya Lucky senior saya, sekaligus murid saya dalam menulis sering menginap di kosan saya.
Kesan setelah sekian lama tidak ditempati, dari segi bangunan fisik memang tidak ada yang berubah, tetapi suasananya benar-benar tidak nyaman, kamar terasa pengap, kepala pusing, sering tercium bau anyir, begitu juga dengan kamar mandi. Saat itu saya berpikiran, mungkin karena sudah lama tidak ditempati, sudah barang tentu demit berpesta pora
2 Minggu saya berada di kosan tersebut, saya sakit, perut samping kanan melilit, semalaman saya tidak bisa tidur, makanan pun tidak bisa masuk. Keesokan harinya saya minta diantarkan oleh Lucky ke klinik, setelah diperiksa ternyata normal, tidak ada apa-apa. Beberapa hari kemudian kambuh lagi, diantarkan lagi oleh Luck ke klinik, lagi-lagi normal. Sampai kemudian saya teringat, saya dibawakan air doa dari rumah, di minumlah air tersebut, dan Alhamdulillah sembuh.
1 bulan kemudian ketika Lucky menginap di kosan saya, ia mengalami sakit seperti yang tempo hari saya alami. Dari mulai malam hingga sore hari, ia hanya bisa berbaring di kosan, diajak periksa ke dokter tidak mau. Setelah Maghrib ia memutuskan untuk pulang kembali ke kontrakan, sebab hari itu ia shift malam. Saya pun menyarankan Lucky untuk izin tidak masuk, tetapi ia tetap memaksakan diri. Di tempat kerja ia pingsan, keesokan harinya ia memutuskan untuk pulang kampung.